Banda Aceh – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta data proyek strategis, hibah, pokok pikiran (pokir), dan bantuan sosial di Aceh. Surat resmi bernomor B/5380/KSP.00/70-72/08/2025 tertanggal 21 Agustus 2025 itu ditujukan kepada Gubernur Aceh dan 23 bupati/wali kota. KPK memberi tenggat hingga 3 September 2025 untuk menyampaikan laporan.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari supervisi dan pencegahan korupsi. Namun, di Aceh, permintaan data itu justru memantik kritik. Eks kombatan GAM, Anwar Daod alias Tengku Rabo, menuding KPK kerap tebang pilih dan hanya aktif bila kepemimpinan di Aceh dipegang eks GAM.
Menurut Tengku Rabo, jangan sampai saat Aceh dipimpin eks GAM, KPK datang ke Aceh bak pahlawan anti korupsi. Tapi bila Aceh dipimpin orang pusat dan partai nasional, KPK dan aparat hukum pura-pura buta. Ia menyindir, jangan saat dipimpin eks GAM minta ini itu, dalih ini itu, sementara ketika dipimpin orang lain justru diam.
Ia mencontohkan sejumlah proyek besar yang hingga kini belum jelas penyelesaiannya. Mulai dari pengadaan Kapal Aceh Hebat senilai Rp178 miliar, pembangunan Gedung Onkologi RSUZA Banda Aceh, hingga proyek multiyears jalan dan jembatan. Menurutnya, semua proyek itu sarat dugaan KKN, tapi tak kunjung disentuh serius.
Tengku Rabo juga menyebut pembangunan gedung onkologi jelas-jelas beraroma KKN, kualitasnya dipertanyakan, namun KPK pura-pura lupa. Hal serupa, lanjutnya, juga terlihat di proyek pendidikan dan kesehatan yang nilainya triliunan rupiah, dikerjakan asal-asalan, tetapi tetap aman saja.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari KPK terkait tudingan tebang pilih yang disampaikan Tengku Rabo. (R)